Phoenix Library

Just Blogger Templates

Senin, 02 November 2015

Wedding Song



Wedding Song




“Memangnya harus? Itu kan udah lama banget!” Kataku protes sambil menyeruput  moca latte yang ada di hadapanku.
“Harus dong! Itukan janji kamu sejak kita SMP. Aku udah mimpiin ini dari dulu, sahabat terbaikku menyanyikan sebuah lagu romantis di pesta pernikahanku sambil memegang gitar dengan balutan gaun putih… Ahhh… mikirinnya saja udah bikin aku senang…”
“Please deh Zica, Aku tuh nggak bisa main gitar… nggak bisa nyanyi… ngapain juga aku cari pusing cuma buat mimpi romantismu itu jadi kenyataan. Lagian… janji itu aku buat pas kita masih SMP, saat otakku masih dalam masa perkembangan… Gue NO!”
“Kamu mah gitu… selalu saja ngasih harapan yang indah terus kamu hancurin lagi harapan itu.. Dimana perasaan kamu, Dita! Tega!!!” Ucapnya sambil setengah berteriak. Orang-orang di dalam cafĂ© memandang risih kea rah kami.
“Nggak pake teriak kali! Tuh orang-orang pada ngeliat kearah kita. Mereka pasti pada mikir kita ini pasangan sesame jenis… risih tau!” kataku sambil setengah berbisik.
“Pokoknya, Kamu harus nepatin janji, kalo nggak gue bakalan nangis guling-guling di sisni” katanya lagi dengan berteriak dan mendramatisir. Sahabatku yang satu ini memang agak sedikit gila.
“Mau nggak? Kalo nggak… aku guling-guling di sini!” Katanya sambil berdiri. Ancaman adalah salah satu jurus terjitunya untuk menghadapi penolakanku. Aku paling nggak suka menjadi sumber perhatian banyak orang.
Pandangan orang-orang sekelilingku makin terasa mengganggu. Mereka menatap kami berdua sambil berbisik-bisik. Aku orangnya pemalu, dan hal yang paling aku benci adalah tindakan memalukan seperti apa yang dilakukan Zica di depanku sekarang.

Kamis, 29 Januari 2015

My First Love Part 3



“Woii… bangun…!” samar-samar kudengar seseorang membangunkanku. Apa yang terjadi? Pikirku dalam hati.
“Woii…. Udah sore nih! Bangun!”
Perlahan kubuka mataku. Astaga…. Aku tertidur di atas sofa di kontrakan Ryan. Daritad isuara yang kudengars amar-samar ternyata suara Ryan. Aku bangun dan duduk dengan penuh kebingungan. Kenapa aku sampai bisa tertidur seperti ini? Jangan-jangan Ryan masukin obat tidur di minumanku.
“Cewek kok tidurnya kayak kebo’” Lanjut Ryan sambil memukulkan buku dikepalaku.
“Ouch.. kenapa aku bisa tidur disini?” tanyaku. Seingatku aku baca buku disamping Ryan dan akhirnya tak sadarkan diri.
“Aduh…. Udah tidurnya kayak kebo’, eh… pake lupa segala. Tadi itu loe baca buku sambil tidur dimeja,  mungkin karena capek tidur telungkup loe pindah ke sofa dan membiarkan gue ngerjain tugas sendirian.”
“Kok aku tidak ingat ya?” pikirku. Mungkin saja Ryan benar karena biasanya di rumah aku memang selalu seperti itu kalo lagi tidur pulas.
“Tapi, kok aku bisa tertidur? Jangan-jangan kamu masukin obat tidur di minumanku… atau kamu ngehipnotis aku ya?” tanyaku sambil mengerutkan dahi.
“Hahahaha… kurang kerjaan amat gue, lagian ngapain cobaa gue bikin loe tidur? Itukan sama aja gue sengaja maungerjain tugas sendiri…”
“Bisa ajakan? Diberita kriminal biasanya pelecehan itu dimulai dengan membuat si korban ketiduran” kataku sambil tersenyum dalam hati. Sebenarnya, aku tidak berfikir Ryan yang membuatku tidur. Daritadi aku memang sudah sangat mengantuk.
“Parah loe… segitunya loe mikir” katanya sambil melemparkan tugas yang sudah di print-out kepadaku. “Mending loe liat nih tugas! Kalo ada yang salah, loe betulin aja, daripada mikir yang aneh-aneh.”
Aku Cuma membalas dengan cengengesan. Dia tersenyum kearahku. Senyuman itu… manis sekali. Kupandangi wajahya,  sepertinya aku tidak asing dengan senyuman itu. Sepertinya aku pernah bertemu dengan orang yang mirip dengannya.
“Ngapain loe ngeliatin gue kayak gitu? Terpesona ya?”